Menjadi Guru Teladan Sepanjang Zaman

stop-menjadi-guruAnda seorang guru? Jika iya, tentu Anda sudah sangat memahami tentang tugas-tugas guru. Hal yang paling melekat dalam benak semua orang bahwa tugas guru adalah mengajar atau mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada anak didik (murid). Guru memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan anak didiknya. Namun, ternyata hal tersebut belumlah cukup untuk menjadi seorang guru ideal yang diharapkan. Kecerdasan tidak menjadi tolak ukur utama untuk menciptakan kemajuan masyarakat serta tatanan berbangsa dan bernegara. Lalu, apa yang lebih penting daripada itu?

Salah satunya ialah upaya menerapkan pendidikan karakter melalui nilai-nilai budaya dan norma-norma kebaikan. Penerapan disiplin tidak hanya melalui teori sebagaimana yang lebih banyak dilakukan, tapi melalui sebuah pembiasaan dan peneladanan. Melalui sebuah bentuk praktik nyata antara ilmu dan amal. Kegagalan terbesar dari sistem pendidikan kita bukan terletak pada masalah lemahnya pendidikan mencerdaskan rakyat, tetapi terletak pada masalah ketidakmampuan pendidikan menyadarkan rakyat terhadap permasalahan hidup yang nyata.

Realitanya sangat kontras, kita sangat miris melihat situasi yang sedang terjadi di Indonesia. Tawuran massal mudah sekali terjadi. Mulai dari gesekan antarpelajar, antarmahasiswa, hingga tawuran antarkampung. Tidak ada lagi logika. Semua masalah tampaknya hanya bisa diselesaikan dengan otot. Hampir tidak sempat terdidik karena tidak memiliki akses mendapatkan pendidikan berkualitas. Ini jelas sebuah ironi problematika yang mesti diselesaikan segera.

Kita sekarang lebih cenderung beranggapan bahwa keberhasilan pendidikan diukur jika sudah memiliki gedung sekolah, kurikulum, guru, siswa, kegiatan pembelajaran, dan fasilitas pendukung lainnya. Namun, kita lupa tidak pernah mencermati secara serius perubahan apa yang sudah terjadi pada anak-anak kita melalui kegiatan pendidikan. Padahal, bisa jadi sistem pendidikan yang telah kita buat malah membuat anak-anak kita tidak punya jati diri, kehilangan arah, cerdas tapi tidak berakhlak baik, dan tidak paham untuk apa mereka menuntut ilmu.

Koruptor terdidik semakin banyak, orang cerdas Indonesia berani jual aset negara, budaya menyontek di sekolah dibiarkan, harga diri dan kehormatan guru masih dilecehkan, mahasiswa makin doyan tawuran daripada melakukan diskusi ilmiah, korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) masih meramaikan berita-berita media massa, dan lain sebagainya. Ini semua masih menyertai pendidikan karakter di bumi pertiwi. Kenapa demikian? Karena pendidikan karakter yang diterapkan hanya baru sebatas teori, tanpa mengindahkan keteladanan, penerapan amal, dan membangun kesadaran serta kedewasaan. Jika ini terus terjadi, dunia pendidikan kita tidak akan mampu memberikan kontribusi pada bangsa ini untuk keluar dari keterpurukan.

Masih banyak hal lainnya yang mesti dikritisi dan dicari solusinya agar pendidikan Indonesia menempati posisi penting dalam mencetak generasi yang cerdas dan berakhlak. Dari berbagai problematika dan studi kasus tentang dunia pendidikan di Indonesia ini, Asep Sapa’at akan menjelaskannya secara lugas dan komparatif melalui bukunya, “Stop Menjadi Guru” terbitan Tangga Pustaka. Penulis juga akan memaparkan tentang mekanisme pembenahan dalam sistem pendidikan Indonesia, mulai dari masalah Ujian Nasional, kualitas pendidikan yang masih rendah, sistem pengembangan profesional guru yang masih banyak tantangan, dan lain sebagainya.

Ia menekankan lebih dalam atas keprihatinannya menyoroti sistem pendidikan dan pengajaran di Indonesia agar guru menjadi pembelajar sejati dan bukan menjadi hamba sertifikasi. Ia mengajak agar guru memiliki semangat ’45 dengan terus belajar dan meningkatkan kompetensi profesionalnya demi peningkatan kualitas pendidikan. Tujuannya agar tercipta sebuah perubahan pada pilar pendidikan kita, salah satu fokusnya ialah sistem pengajaran yang optimal berdasarkan tujuan-tujuan mulia untuk menciptakan generasi bangsa sesuai harapan.

Buku ini dapat membantu Anda menemukan peta pendidikan kita yang kehilangan arah, menemukan jati diri kita yang semakin kabur, dan menemukan perbedaan-perbedaan spesifik antara sistem pendidikan yang telah diterapkan oleh negara-negara maju dengan sistem pendidikan kita sehingga ditemukan benang merahnya untuk diperbaiki dan ditingkatkan kembali. Buku ini dapat memotivasi setiap tenaga pengajar untuk menjadi guru yang kreatif, berdedikasi, bertanggungjawab, sabar, mencintai, sabar, penyayang, peduli, dan menjadi pembelajar sejati.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *