Misalnya, bila tidak memiliki gelar sarjana, jangan harap dapat menjadi seorang manajer; bila saya mau jadi juara satu, saya harus giat belajar; bila ulangan matematika saya jelek, saya adalah murid bodoh.
Keyakinan dapat juga terwujud dalam kata-kata seperti, ”Ayahku hanya tukang ojek, ibuku dagang kue, ayahku tentu saja tak pantas jadi manajer.” Atau ”Jika temanku yang pandai saja mendapatkan nilai yang jelek, bagaimana mungkin aku mendapatkan nilai baik.” Keyakinan bisa juga berupa pernyataan mengenai sesuatu atau rumusan umum mengenai apa yang ada di dalam benak atau hati yang akan memengaruhi sikap dan tindakan kita. Contohnya, tidak kerja keras, tidak dapat uang; rajin pangkal pandai; saya adalah orang yang terampil; saya adalah orang yang tidak berbakat; dan sebagainya.
Keyakinan juga dapat timbul dari pengalaman, apa yang dibaca, apa yang didengar, dan apa yang dirasakan. Keyakinan telah melandasi cara kita berpikir, berbicara, dan bertindak. Ada siklus antara keyakinan, tindakan, potensi, dan hasil yang kita peroleh. Apabila kita yakin bisa mencapai hasil yang telah ditetapkan, tindakan kita akan semakin intens dan sungguh-sungguh.
Ketika tindakan kita banyak dan sungguh-sungguh, potensi yang digunakan akan semakin besar. Semakin besar potensi yang digunakan, hasilnya akan semakin besar pula. Semakin besar hasilnya, kita akan semakin yakin. Sebaliknya, jika hasil kita tidak bagus, keyakinan akan menciut. Semakin kecil keyakinan, semakin sedikit tindakan kita. Semakin sedikit tindakan dan kesungguhan, semakin sedikit potensi yang digunakan. Semakin kecil hasilnya, semakin yakin pula bahwa kita tidak mampu.
Apabila ada teman kita yang merasa tidak punya bakat dalam suatu bidang atau pelajaran, misalnya matematika. Apakah ia memang bodoh dalam pelajaran matematika? Belum tentu. Bisa jadi perasaan tidak berbakat itu disebabkan oleh sebuah pengalaman tidak enak pada masa lalu. Misalnya, ketika masuk SD ia belum diajari konsep angka 1, 2, 3 oleh orangtuanya, ternyata teman-teman barunya di SD sudah mengerti angka-angka dan konsepnya. Ditambah lagi, gurunya juga mengajar dengan cara yang salah. Bisa jadi ia minder, merasa tidak mampu dalam pelajaran matematika. Kemudian, nilai latihannya menjadi jelek. Karena kejadian itu, ia yakin dalam hatinya bahwa ia tidak bakat dalam matematika.
Tahun-tahun selanjutnya, karena ia sudah yakin dirinya tidak berbakat di bidang matematika, saat pelajaran matematika pun ia malas untuk mengikutinya. Akibatnya, nilainya menjadi rendah. Hal ini menambah keyakinannya bahwa ia memang benar-benar tidak berbakat di bidang matematika. Perlu diingat, ketika memperoleh hasil yang jelek, 97% orang akan semakin terperosok. Hanya 3% saja yang merasa tertantang untuk bertindak, belajar, dan berusaha lebih baik.
Semudah itukah orang menyimpulkan bahwa suatu usaha tidak sukses karena bukan bidangnya? Padahal penyebabnya adalah ia tidak memiliki keyakinan 100% bahwa ia mampu menjalaninya. Ketidaktahuan ataupun ketidakmampuan dalam kemampuan teknis bukanlah alasan gagal. Semua bisa dipelajari seiring dengan perjalanan sukses Anda. Yang terpenting, pegang teguh visi atau impian sukses Anda dan melangkahlah dengan penuh keyakinan sejak langkah pertama. Orang sukses dapat menjadi sukses karena mengetahui cara menjadi sukses. Begitu pula orang gagal, akan terus menjadi gagal karena mengetahui pola menjadi gagal. Siklus akan terus berulang, tergantung bagaimana keyakinan kita.
Contohnya, seorang remaja yang akan menjalani usaha Multi Level Marketing, tetapi masih diliputi keraguan, apakah nantinya setelah menekuni bisnis MLM ia bisa sukses atau tidak. Akhirnya, walaupun ia memutuskan untuk mencoba menekuni bisnis MLM, tetapi karena berangkat dari keyakinan yang tidak penuh, ia pun tidak sukses di bisnis MLM. Ia hanya ingin mencoba siapa tahu cocok dan sukses. Yang ia kerjakan hanya setengah-setengah, hasilnya pun setengah-setengah. Akhirnya muncullah kalimat, BISNIS MLM tidak sesuai untuk saya.
Pembentukan keyakinan yang kuat diumpamakan sebagai sebuah meja dengan kaki sebagai referensi. Untuk membentuk keyakinan yang kuat, kaki mejanya harus banyak dan kokoh. Anda contohkan saja seorang siswa yang bermaksud membentuk keyakinan bahwa dirinya bisa menjadi mahasiswa berprestasi. Untuk membentuk keyakinan ini, dia membutuhkan:
Pertama, afirmasi dari dirinya sendiri. Misalnya, dengan mengatakan di setiap pagi dan menjelang tidur di depan cermin, “Lisa, kamu pantas menjadi siswa berprestasi. Kamu rajin, pintar, dan harusnya mampu menjadi siswa berprestasi.”
Kedua, dia juga membayangkan dirinya sudah menjadi seorang siswa berprestasi dan juga melakukan dengan berani apa pun yang dibutuhkan untuk menjadi siswa berprestasi. Gambaran itu tidak berupa gambar diam, melainkan berupa film penuh warna, suara, dan rasa. Baik afirmasi maupun imajinasi yang dilakukannya, itu diolah sedemikian rupa sehingga bisa berkesan secara emosi.
Untuk afirmasi dalam hal isi pesan, pilihan kata, termasuk pada bagaimana dia mengatakan. Itu artinya, dia sudah punya minimal dua kaki meja pendukung. Tiap afirmasi dan imajinasi adalah satu kaki meja sehingga ragam dan kuantitas afirmasi serta imajinasi amatlah penting di sini. Akan lebih kuat lagi jika Lisa mendapatkan kaki mejanya dari orang lain, yaitu ketika orangtuanya mengatakan, “Lisa, kamu kan anak mama yang pandai, kamu pasti mampu menjadi siswa berprestasi” atau temannya berkata, “Lisa, kamu tidak ikut kompetisi. Kamu kan anak pintar. Kamu pasti mampu.” Semua itu membentuk kaki meja, dan semua itu membuat keyakinan si Lisa menjadi kokoh.
Demikian penjelasan Bunda Lucy dalam bukunya, Mendidik Sesuai dengan Minat dan Bakat Anak. Ia menekankan bahwa keyakinan menjadi kekuatan dahsyat bagi seseorang dalam mengejar cita-cita dan kesuksesannya. Oleh sebab itu, jangan memberikan asupan negatif kepada siapa pun yang merusak optimisme dirinya, berilah dukungan positif agar dirinya menjadi lebih kuat dan bersemangat.
Tidak hanya itu, di dalam buku terbitan Tangga Pustaka ini dibahas secara lengkap proses membangun kepribadian seseorang dalam meraih kesuksesan, melalui fondasi minat dan bakat. Terutama bagi Anda yang memiliki anak atau pengajar, buku sangat bermanfaat sekali dalam membangun sistem edukasi yang tepat untuk anak.