Pada suatu sore di sebuah warung, Ginanjar lagi duduk-duduk sambil melamun. Pandangannya kosong, sesekali tangannya mengaduk es teh yang ada di hadapannya. Tiba-tiba, Paidi sahabat karibnya datang. Tanpa permisi, Paidi langsung nyeruput es teh Ginanjar hingga tinggal separuh. Paidi cuma bermaksud untuk bercanda, maklum mereka berdua adalah teman karib.
Di luar dugaan Paidi, tiba-tiba Ginanjar menangis tersedu-sedu. Karena gak tau masalhnya, Paidi menjadi bertanya-tanya, "Woiii! Kok segitunya seh? Pake acara nangis segala? Nape lo Gin? Tentara cengeng? Masa gara-gara gw minum es teh punya lo itu? Ntar gw ganti deeh!"
"Hari ini… adalah hari kesialan terbesar bagi gw!" Kata Ginanjar lirih.
"Udah Bro…, cerita aja! Siapa tahu gw bisa ngebantu," kata Paidi iba.
"Pagi tadi, gw dipecat dari kesatuan, gara-gara gw ngilangian senapan komandan," jelas Ginanjar yang juga seorang tentara.
"Walah gitu aja, ndak usah dipikir serius Bro! Badan elo tegap, masih bisa jadi bodyguard atau preman pasar! Tenang aja, kesempatan itu terbuka lebar kok," Paidi mencoba mendinginkan.
"Itu sih belum seberapa! Setelah dipecat, aku pulang cepat. Ee… sampai di rumah, gw menangkap basah istri gw yang baru aja indehoi dengan tetangga sebelah, sialan…!” Kata Ginanjar ketus.
"Udahlah… gak usah dipikir. Istri loe memang sifatnya kaya gitu. Cerain aja! Perempuan yang bahenol, masih banyak kok!" Paidi mencoba mendinginkan sahabatnya agar lebih tenang.
"Hik… hik… sekarang, gw udah ga mikirin itu lagi! Gw ga rela kehilangan sohib sebaik loe.. Di!” Kata Ginanjar yang terisak-isak yang kemudian merangkul sahabat karibnya erat-erat.
“Maksud lo… apa Bro?” tanya Paidi penuh rasa penasaran.
“Tadi.. gw udah putus asa, maunya bunuh diri aja. Gw beli racun yang sangat keras. Barang siapa yang meminumnya, hanya sanggup bertahan dalam waktu 10 menit aja. Tadi… udah gw campur dengan es teh yang baru aja lo minum. Maafin gw ya… Di!" Jelas Ginanjar yang disertai isak tangis sejadi-jadinya sambil memeluk erat-erat sahabatnya itu.